YOU GIVE WHAT YOU GET

Photo by Evan Kirby from unsplash.com
Photo by Evan Kirby from unsplash.com

Pembicaraan menarik terjadi beberapa hari lalu dimana saya dan keluarga saya sedang membahas seputar dunia kerja. Ayah saya cerita kalau dirinya selalu memberikan tips dan trick untuk menyelesaikan project kantor pada timnya, hal itu dilakukan agar tim bisa bekerja lebih cepat dan target project tersebut bisa selesai tepat waktu dan ga ngaret-ngaret banget dari jadwal. Ayah saya juga cerita jika beberapa senior kadang ada yang tidak mau membagi ilmu kepada yang lebih muda dengan alasan seperti ini “Yah, kan kita dulu juga ga dikasih tau dan baru ngerti ilmu itu lama, masa kasih gampang gitu aja ke mereka.” Pada akhirnya juniornya di lepas begitu saja dan dibiarkan menemukan jawabannya sendiri. Kemudian saya berkomentar, “yah namanya juga manusia Pap, ada yang pelit ilmu ada yang murah ilmu, semua tergantung sama orangnya.”

Ada satu hal yang mengelitik saya sebenarnya setelah percakapan itu yaitu sebuah kata yang sering saya dengar, “DULU KAN saya juga GA DIKASIH TAU…”. Saya ngerti sih maksud kalimat ini, mungkin maksudnya toh saya aja dulu ga diajarin masa saya harus ngajarin kamu. Ada satu hal yang saya mengerti dari kalimat ini yaitu apapun yang orang lain lakukan kepada yang dibawahnya itu akan diteruskan oleh bawahnya atau dengan kata lainnya perbuatannya di contoh.

Pikiran ini pun terbawa sejenak ke kasus bullying dalam bentuk kekerasan fisik parah ketika ospek oleh siswa-siswi pelajar yang sempat ramai di perbincangkan di media. Saya sih ga heran sebenarnya, kalau dari awal memang udah jadi budaya yang akhirnya malah turun temurun di wariskan tanpa mempertanyakan esensinya apa ya jadinya memang begitu. Apakah hanya sekedar “yah supaya mentalnya kuat”? Di saat negara lain ospeknya disibukkan dengan berbagai proyek untuk kemanusiaan, kebersihan dan lain-lain, kita malah sibuk dengan peloncoan dengan alasan mental kuat tapi ga diajak berpikir gimana nanti cara kamu-kamu ini membangun negara dan memperbaiki negara.

Saya termasuk yang beruntung selama jenjang pendidikan saya ga pernah mendapat proses ospek yang penuh kekerasan karena pihak sekolah/universitas tempat saya belajar termasuk yang keras dan memantau penuh semua kegiatan murid atau kemahasiswaan. Tugas-tugasnya juga masih masuk akal, beberapa tugas menulis artikel, gambar dan sebagainya yang lebih ke arah mengasah kreativitas dan solusi. Saya juga mendapat senior-senior yang fokus pada materi tugas dan kerja sama tim, bukan kepada kekerasan fisik dan sebagainya.

Lalu saya mulai berpikir kenapa negara lain program ospeknya bisa lebih bagus dari negara kita dan kenapa ada senior yang pelit ilmu tapi ada yang murah ilmu banget dan mau ngajarin ke bawahannya.

“KAMU HANYA BISA MEMBERIKAN APA YANG KAMU DAPAT”

Ya, kita hanya bisa memberikan apa yang kita dapatkan. Jika dulu seniormu habis-habisan ngajarin kamu ilmu, dapat dipastikan kamu pun juga akan murah ilmu kepada bawahanmu kecuali memang kamu udah dasarnya pelit karakternya ya mau gimana lagi kan heheheh. Saya sendiri juga mengalaminya, senior saya yang saya kenal di kampus tuh ga pelit ilmu sama saya, saya juga gitu ke junior saya, kasih ilmu yang saya dapat kalau mereka perlu meski mungkin ilmu saya ga seberapa bangetlah dibanding yang udah expert. Pada akhirnya saya jadi sharing dan tukar ilmu dengan senior atau junior, sama saja bagi saya, toh ilmu bermamfaat jika di sharingkan. Jadi kadang kalo lihat orang yang pelit ilmu karena alasan “dulu kan saya ga di kasih tau..” saya maklum toh itu yang mereka dapat, itu juga yang mereka beri.

Pikiran saya juga melayang kepada sebuah kotbah minggu pendeta dimana pendeta tersebut bilang kalau ayah beliau orangnya kaku dan cuek sehingga beliau dan saudara yang lain tuh merasa ga dekat dengan ayahnya dan tidak ada ikatan emosional yang mendalam dengan ayahnya. Setelah ayahnya meninggal, si pendeta baru sadar mengapa ayahnya kaku dan cuek sama anak-anaknya karena kakek pendeta tersebut meninggal ketika ayah si pendeta masih kecil. Sehingga ayah pendeta itu ga tau seperti apa sih kasih sayang ayah, seperti apa sih hubungan ayah ke anak karena hal itu tidak ia dapatkan dari kecil. Ayah pendeta itu ga bisa kasih sesuatu yang ga pernah dia dapatkan dari ayahnya.

the cycle of abuse. source image : http://petapixel.com/2013/04/29/the-cycle-of-abuse-illustrated-through-single-photos-and-multiple-models/
the cycle of abuse. source image : http://petapixel.com/2013/04/29/the-cycle-of-abuse-illustrated-through-single-photos-and-multiple-models/

Hubungan saya ke ibu saya juga sebenarnya ga terlalu dekat apalagi ketika saya masih kecil. Ibu saya termasuk orang yang keras mendidik dan juga tidak ragu memukul kalo saya dan saudara yang lain bandel. Waktu jaman saya lahir itu masih wajar bagi orang tua memukul anak dan juga masih wajar bagi guru di sekolah memukul, mencubit dan menjewer kuping kita kalau kita tidak mengerjakan PR dan sebagainya. Maklum jaman dulu tuh belum seperti sekarang yang sudah banyak kelas parenting, pengajaran untuk mendidik anak yang baik dan blog-blog parenting yang bermamfaat, jadi saya masih kental dengan pengajaran jaman dulu yang keras dan disiplin. Mengapa saya tidak terlalu dekat dengan ibu saya? Ternyata karena saya menganggap ibu saya sosok yang keras sehingga tanpa sadar unsur patuh karena takut lebih mendominasi daripada nyaman karena beliau adalah ibu saya. Sampai akhirnya saya tahu bahwa nenek saya dulu orang yang juga lebih keras mendidik ibu saya dan tante-tante saya, saya jadi maklum karena pengajaran tersebut yang diterima, pengajaran tersebut juga yang ibu saya teruskan.

Bagi saya dan saudara saya yang sekarang hidup di jaman teknologi, kami lebih aktif mencari info terbaru tentang pola asuh keluarga, perkembangan diri, kesehatan mental, pola hidup sehat dan sebagainya. Saya merasakan mamfaat baik dari begitu banyaknya sharing dari mom blogger maupun sharing tentang dunia kerja ataupun sharing tentang nilai kehidupan dari para blogger lain. Pemikiran kami lebih kepada “Kalau bisa merubah pola lama menjadi pola baru yang lebih baik mengapa tidak?” Karena jaman terus berubah, ilmu semakin berkembang, apa yang menurut kita baik pada jaman dulu belum tentu itu baik dan relevan pada jaman sekarang. Bahkan saya inget banget beberapa tahun yang lalu orang-orang mulai mengatakan EQ lebih menentukan kesuksesan daripada IQ padahal jaman dulu anggapan orang ya IQ itu segalanya.

Saya menulis ini bukan untuk men-judge orang yang tidak membimbing bawahannya (juniornya) atau men-judge orang yang pelit ilmu, jika memang itu menurut mereka baik, silahkan. Saya ngerti kok kadang capek menanggapi orang yang maunya di kasih ilmu terus tapi dia sendiri malas-malasan mencari ilmu untuk dirinya, percayalah saya juga kesel dengan tipe yang seperti ini meski saya juga sering banget bertanya karena lamban dan lemot hehehe. Saya juga tipe orang yang lebih hormat dengan orang yang mau membimbing saya dan murah ilmu sama saya karena ibaratnya saya tuh kayak di kasih hadiah meski dalam wujud ilmu.

Cycle of kindness. sumber gambar : http://www.oregonfbla.org/wp/newsletter/2016/08/pay-it-forward/
Cycle of kindness. sumber gambar : http://www.oregonfbla.org/wp/newsletter/2016/08/pay-it-forward/

Dengan cara kamu membagikan ilmu ke orang lain juga kamu mengulang ilmu itu ke diri kamu sendiri bahkan pengertiannya bisa lebih lagi ketika kamu bagikan ke orang lain. Saya juga termasuk orang yang suka sharing karena bagi saya sharing itu pun seperti menabur, kita tidak tahu siapa yang membutuhkan tetapi apa yang kita tabur nanti akan balik lagi pada kita dalam wujud apapun. Percayalah Tuhan tuh melihat kok apa yang kita lakukan dengan tulus ke orang lain dan Tuhan lah yang membalas baik dan buruk menurut pertimbangan adil-Nya. Apapun yang kita lakukan mempunyai potensi untuk diteruskan oleh orang lain mau itu baik ataupun buruk.  See you on my next post readers!

Life is an echo. What you send out, comes back. What you sow, you reap. What you give, you get. What you see in others, exists in you. Remember, life is an echo. It always gets back to you. So give goodness. –Unknown-

This article addressed to all friends, seniors, juniors, teachers, or leaders who share their knowledge with me. I just want to say thank for all of you. Thank you for spread kindness and spirit of giving. I hope I can continue to share every knowledge that I got from all of you to others .  –MD-

4 thoughts on “YOU GIVE WHAT YOU GET”

  1. Sukaaaa banget dengan artikel yg satu ini. Ya, sama seperti kamu, saya juga merasa bahwa saya adalah orang yg terbilang beruntung karena di dalam hidup saya, saya dikelilingi oleh orang-orang yg tidak pelit ilmu. Dan mungkin itu juga alasannya kenapa setelah dewasa saya memutuskan untuk jadi seorang pengajar dan juga penulis. Saya telah mendapatkan banyak dari lingkungan saya dan saya terlalu terdorong membagikan pengetahuan yg saya miliki ini kepada orang lain.

    Sama seperti kutipan tentang Echo yg kamu tulis di atas, di dalam hidup juga saya berpegang sama sebuah kalimat yg pernah diutarakan oleh BJ Habibie di film Rudy Habibie :

    ” Jadilah seperti mata air, karena air yg jernih selalu akan mengalirkan manfaat bagi sekitarnya.”

    Blognya gua follow ya. Kunjungan pertama nih, salam kenal =)
    http://www.emotionalflutter.com

    1. Salam kenal :)..Bener mas, hidup harus seperti air memberi mamfaat bagi sekitar. Ilmu yang dikasih ke kita harus kita kasih lagi orang lain supaya bisa bermamfaat kalau cuma kita simpen kan mamfaatnya ga akan terlihat. Salut saya sama pengajar, memang kerja sambil membagikan ilmu ke orang lain :). thanks for visit my blog..saya sekalian follow blognya ya

  2. Life is an echo. What you send out, comes back…
    Karena dulu sempet tumbuh dalam kondisi ortu yg gampang main tangan, sekarang jaga banget perasaan anak, karena udah tau rasanya dulu ngga enak banget digituin sama ortu… Kadang ngga sadar nyetil, tapi abis itu nyeselnya minta ampun huhuhu 🙁

    1. kakakku yang udah punya anak juga mulai nerapin itu san, jangan sampai gampang main tangan ke anak. Cuma ya namanya kita orang dewasa punya beban finasial, beban pekerjaan dan lain2, kalo anak bandel memang suka kepicu emosi dan ga sadar nyubit atau nyentil. Aku yang belum punya anak aja kadang bisa marah2 ga jelas dirumah waktu dulu ada masalah di kantor, apalagi yang udah punya anak pasti lebih banyak tekanannya :). Bener banget, karena dulu udah ngerasain tumbuh di jaman ortu yang mendidik dengan keras dan kadang menimbulkan luka hati, jadi belajar jangan terlalu keras main tangan ke anak..semangatt mbak sandraa 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *