Hari ketiga di Bali, kami merencanakan untuk jalan-jalan ke daerah Ubud. Bangun pagi setelah kemarinnya kami seharian bermain watersport itu rasanya semua badan pegal-pegal terutama bagian tangan. Saya jadi malas untuk bergerak di pagi hari karena badan saya semuanya pegal. Karena mengingat bahwa kami hanya liburan selama empat hari, saya kuatkan niat supaya tidak malas-malasan untuk pergi ke tempat wisata meski bawaan badan ingin berbaring lama di kasur.
Saya mulai terbiasa dengan rutinitas pagi di Hotel yaitu bangun, mandi, pakaian, dan sarapan di ruang makan. Salah satu hal yang saya suka dari Swiss Belhotel, Petitenget adalah pelayanan kamarnya. Setiap saya dan adik saya pulang dari jalan-jalan seharian, kami selalu menemukan kamar kami rapi dan bersih. Semua perlengkapan seperti air mineral, handuk, sabun batangan selalu kami temukan dalam keadaan baru lagi. Kami yang sudah lelah dari jalan seharian selalu merasa senang ketika menemukan kamar dalam keadaan rapi.
Sarapan hari ketiga terbilang lumayan untuk saya dan adik saya. Makanan yang disajikan lebih banyak makanan Asia, padahal saya ngidam sosis yang saya makan kemarin. Ternyata ga saya aja yang ngidam menu sosis, beberapa kali saya melihat orang asia dan orang bule bergantian menanyakan menu sosis pagi hari itu. Belum puas dengan sarapan yang porsinya sedikit, saya lanjut makan sereal dan buah dalam porsi cukup tentunya. Setelah selesai sarapan kami turun ke lobby untuk menunggu supir grab car kami datang. Kebetulan kemarin supir grab kami menawarkan jasa supir plus mobil jika kami berniat sewa harian mobil ke ubud jadi kami ga perlu repot mencari grab car lagi.
Perjalanan pertama kami ke Ubud dimulai dengan singgah ke Puri Saren Agung Ubud. Bisa dibilang isinya sama aja sih dengan pura yang lain namun spot-spot di pura ini bagus untuk foto-foto. Saya juga melihat banyak pengunjung datang ke pura ini mulai dari turis Asia sampai turis Manca Negara. Saya selalu suka dengan rumah adat Bali, meskipun marak dengan ukiran dan hiasan ntah kenapa selalu cantik untuk dijadikan objek foto. Beberapa bagian pura ini tidak terbuka untuk umum jadi hanya beberapa spot saja yang boleh dimasuki untuk pengunjung.
Setelah mengunjungi Puri Agung, saya dan adik menlanjutkan perjalanan ke Pasar Seni Ubud yang jaraknya bisa ditempuh dengan menyebrang jalan karena jaraknya sangat dekat. Bagi pecinta pernak pernik seni pasti akan betah berlama-lama disini. Banyak pernak pernik hasil karya penduduk lokal yang bisa di beli bahkan bisa ditawar. Harga barangnya memang lebih naik dari terakhir kali saya berkunjung ke Ubud, ya iyalah ya hehehhe. Sementara adik saya beli sabun alami, saya ga berhenti-hentinya melihat-lihat baju pantai. Saya suka banget sama dress pantai, rasanya mau beli berbagai model dan warna. Saya dan adik saya beli dress pantai juga sih akhirnya karena dress pantai saya yang dulu hilang ntah kemana, saya cari-cari dirumah ga ada pas mau berangkat ke Bali.
Selesai kami berbelanja di Pasar Seni Ubud, kami melanjutkan perjalanan ke Bali Culture Center. Perjalanan wisata kali ini memang agak berbeda untuk kami. Kalau biasanya kebanyakan orang pergi ke Bali untuk menikmati cafe-cafe hits namun kami malah memilih lebih banyak mengunjungi pusat kebudayaan di Bali. Tempat wisata Bali Culture Center pagi itu cukup sepi, memang sih kata mbaknya tempat ini ramai di waktu-waktu tertentu yaitu ketika rombongan tour datang. Ternyata ada juga workshop yang di tawarkan seperti workshop lukis, tari, membatik, dan bermain gamelan. Harga yang ditawarkan juga lumayan untuk turis lokal yaitu 100-150 ribu. Kami akhirnya memilih tour keliling untuk mengenal kebudayaan Bali.
Kami di antar masuk ke dalam untuk menyaksikan empat tarian adat Bali yang durasinya sangat singkat. Kami juga diberikan welcome drink selama menyaksikan pementasan tari. Setelah menyaksikan pementasan tari, kami kemudian diajak berkeliling Bali Culture Center sambil diberikan penjelasan oleh tour guide kami. Saya semakin sadar bahwa budaya dan adat Bali itu memang banyak dan masih orang Bali jalankan sampai hari ini. Bahkan saya yang orang Batak Asli kayaknya udah ga sampai segitunya dalam hal melaksanakan adat. Saya salut sebenarnya karena kebiasaan menaruh sesajen, ibadah dan membuat tempat sembahyang di setiap rumah masih mereka terapkan sampai sekarang. Tour guide kami juga menjelaskan tentang Dewa-dewa dalam agama orang Bali lengkap dengan dewi-dewi yang merupakan sang istri.
Saya juga diceritakan kebiasan orang Bali jaman sekarang dan jaman dulu. Saya dan adik saya bahkan dipersilahkan untuk mempraktekkan cara membuat Canang Sari (persembahan yang dibuat setiap hari). Ternyata membuat canang sari itu susah-susah gampang, tangan harus cepat dan telaten dalam membuat tempat canang sari. Isi canang sari biasanya berupa hasil bumi atau hasil yang diusahakan, biasanya bunga atau makanan. Saya juga mencoba proses menumbuk padi yang biasanya orang Bali dulu lakukan, proses menumbuk padi menjadi beras oleh orang Bali disebut “Nebuk”. Orang Bali jaman dulu menumbuk sekalian bernyanyi dengan membuat dentuman-dentuman tumbukan kayu sebagai sebuah alunan musik. Proses selanjutnya yang kami lihat adalah “Nanusin” yaitu proses mengolah minyak kelapa sawit di dapur.
Perjalanan terakhir kami selesai pada penjelasan proses upacara-upacara adat dari mulai lahir dan mati yang ditunjukkan melalui patung-patung kecil. Saya juga baru tahu bahwa orang Bali mengikir giginya (dikenal sebagai Upacara Potong Gigi) sebagai tanda sebuah proses menuju kedewasaan. Penjelasan dari tour guide kami sangat panjang bahkan saya jadi lupa-lupa ingat penjelasannya karena semakin lama saya jadi ngantuk akibat cuaca Ubud yang dingin-dingin empuk, apalagi tempat wisata ini sejuk karena banyak pepohonan.
Tour Guide-nya sempat cerita bahwa Bali Culture Center ini hanya buka sampai jam 5 sore karena mereka harus menghormati penunggu-penunggu di tempat tersebut, kalaupun ada acara malam hari, biasanya beberapa hari sebelumnya ada acara minta izin terlebih dahulu. Sama seperti beberapa tempat wisata di Bali, ada bagian-bagian yang tidak boleh kami lewati ketika berkeliling di tempat ini. Batas terakhir kami boleh lewat yaitu jalanan sebelum pura penunggu tempat tersebut. Tour Guide-nya juga sempat bilang jika kami punya kemampuan melihat hal-hal mistis, kami bisa melihat sosok penjaga tempat ini dalam bentuk nenek tua yang sedang memegang tongkat.
Penjelasan terakhir ditutup dengan hujan deras di daerah Ubud. Saya dan adik saya buru-buru masuk ke mobil untuk melanjutkan perjalanan. Kami memutuskan untuk makan di Bebek Tepi Sawah yang merupakan salah satu restauran terkenal di Ubud. Sayangnya ketika kami sampai ke Restauran Bebek Tepi Sawah, restauran tersebut tutup/close order karena banyaknya rombongan tour yang datang ke tempat tersebut. Akhirnya mobil kami memutar arah ke restauran Bebek Bengil, restauran dengan menu Bebek yang juga terkenal di Ubud. Restauran ini ramai dengan pengujung namun beruntungnya kami langsung dapat tempat makan ketika baru saja sampai. Menu yang kami pesan yaitu menu andalan di restauran tersebut, Bebek Bengil. Saya kaget ketika makanannya datang karena porsi Bebeknya sangat besar, bahkan pelayannya bilang itu size setengah Bebek. Saya ga kebayang kalo makan satu ekor Bebek sendirian, bisa langsung kolesterol mungkin saat itu juga. Meski harganya mahal namun makanannya memang enak dan membuat perut saya langsung kenyang.
Selesai makan, saya dan adik saya lanjut ingin mengujungi art galery, sebenarnya saya doang sih yang niat pengen liat art galery. Kebetulan karena hujan juga kami ga sempat banyak keliling, kami hanya sempat mengunjungi sebuah galery seniman kayu. Daerah-daerah Ubud teryata punya daerah-daerah tersendiri untuk seniman dan karyanya, biasanya seniman kayu banyak di daerah A, seniman lukisan di daerah B dan seterusnya. Cuaca yang dikit-dikit hujan membuat kami memutuskan pulang sore itu.
Cuaca perjalanan pulang dingin karena hujan. Saya sampai sore menjelang malam di hotel kami. Ketika saya sedang menunggu adik saya selesai mandi, saya dapat sms dari teman kuliah saya dulu yang sekarang tinggal di Bali. Saya memang mengajaknya untuk bertemu mumpung saya lagi di Bali.
Teman saya ini merupakan teman yang cukup dekat ketika saya kuliah. Kami berada di satu Fakultas yang sama namun Departemen yang berbeda, saya berada di Departemen Arsitektur sedangkan teman saya berada di Departemen Elektro. Saya cukup kenal dan dekat dengannya karena kami sama-sama aktif di Persekutuan Oikumene FT UI saat kuliah. Ketika saya magang, adiknya juga sempat menemani saya jalan-jalan sekitar Denpasar waktu itu. Teman saya ini beserta adiknya ternyata mengajak saya ketemuan malam itu. Saya pun akhirnya bersiap-siap untuk pergi lagi sehabis saya mandi.
Saya dijemput di lobby Hotel malam itu oleh teman saya, Moses dan juga adiknya, Grace. Kami makan malam di daerah Denpasar. Perut saya ternyata sudah kenyang karena makan bebek bengil tadi siang, sehingga saya cuma makan sedikit malam itu. Setelah makan malam, saya diajak pergi ke sebuah toko es krim di daerah Seminyak yaitu Gusto Gelato. Toko es krim malam itu ramai sekali, bahkan saya sempat ragu akan dapat tempat duduk meskipun akhirnya kami dapat duduk juga. Toko ini menyediakan berbagai rasa Gelato mulai dari rasa buah sampai rasa cokelat dan sebagainya, saya juga bisa mencicipi rasa gelato dengan sendok kecil yang diberikan oleh pelayan. Saya pilih rasa cokelat dan alpukat untuk gelato pesanan saya.
Kami menghabiskan gelato dengan ngobrol panjang lebar tentang kerjaan, keluarga, teman, dan pelayanan. Saya kaget sih pas ditanya temen saya kalau saya masih sering sakit-sakitan apa ngak, ternyata teman-teman kuliah saya dulu ingetnya saya gadis pesakitan hikssss *sedih. Teman saya bilang karena saya datang dadakan, dia jadi ga bisa prepare untuk diajak jalan-jalan. Saya juga datang bukan di minggu-minggu libur natal jadi semua orang masih sibuk dengan pekerjaan kantor. Selesai ngobrol, saya diantarkan pulang ke hotel. Kebetulan saya juga udah ga kuat ngobrol sampai malam karena udah mulai ngantuk.
Saya masih sempat cerita tentang Gusto Gelato ke adik saya yang ternyata belum tidur di kamar. Hari ketiga di Bali cukup menyenangkan sih dan ga secapek hari pertama karena kami lebih jalan-jalan ke beberapa tempat. Malam itu justru saya lebih bisa langsung tidur terlelap di kasur karena udah ga bisa menahan kantuk.
NOTE
This is NOT a Sponsored Post. All things that are written in this blog post are my own opinions and my honest experience. Do not copy my blog or my photos, if you want to use my blog or my photos please ask my permission by email and credit the copy page or image back to my blog