Saya masih mengingat kejadian ketika seorang teman saya sedang curhat tentang rencananya ke depan yang tentunya berkaitan dengan rencana hidupnya dan karir, beberapa menit kemudian salah satu kenalan kami berkomentar dengan gamblang tentang pendapatnya tentang rencana teman saya yang bersebrangan dengan pemikiran si teman kami ini dengan nada yang saya rasa kurang menyenangkan. Teman saya ini akhirnya hanya terdiam setelah mendengar komentar kenalan kami. Kejadian itu masih terekam jelas di pikiran saya sampai sekarang karena saya sebenarnya masih heran sih “lah itu rencana hidupnya si A ya suka suka si A lah kedepannya mau gimana, kok tetangga jadi sewot hehehe”. Saya sadar sih bangsa kita itu bangsa yang kepo, bahkan ketika ada tabrakan di jalan lebih banyak orang berhenti untuk melihat atau berkomentar daripada nolongin, trus adanya malah jadi macet.
Mengingat kejadian saat itu saya sebenarnya sebagai pendengar aja risih apalagi yang jadi teman saya itu ya. Mungkin banyak orang disekitar kita yang suka asal ceplos dan mengomentari padahal cuma melihat di kulitnya saja tanpa merasakan yang kita alami. Saya selalu merasa ketika seseorang menceritakan rencana hidupnya atau mimpinya ke kita memang karena mereka ingin sharing, bukan untuk di komentari ini itu kecuali jika mereka minta nasehat kita tentunya kita juga harus bijak memberi nasehat jangan sampai teman kita itu malah jadi surut mimpinya karena nasehat kita.
Saya pernah mendapat nasehat panjang lebar dari saudara saya yang sudah tinggal jauh dan jarang bertemu serta bertukar kabar. Sebenarnya mungkin maksudnya baik namun entah mengapa saya jadi agak malas mendengarnya karena toh saya yang sekarang berbeda dengan saya ketika masih kecil dulu yang dikenal saudara saya. Apalagi seperti masalah jodoh dan karir yang saya pilih, toh sebenarnya saya yang menjalani dan saya yang lebih tau apa yang saya suka. Saya sempat sensitif ketika disinggung masalah pribadi saya yang pemalaslah, penyendirilah dan lain-lain dimana membuat saya merasa bosan mendengarnya.
Saya sampai mikir saya capek juga kalau harus ngikutin keinginan orang supaya saya rajin terus, ceria terus, positif terus. Saya kan manusia, wajar dong kadang ada saatnya malas, sedih, atau bosan masa saya harus menyenangkan semua orang terus. Sampai akhirnya saya di titik masa bodohlah dengan orang lain toh hidup ini saya yang jalani, mereka ibarat cuma jadi penonton. Saya tidaklah sempurna dan saya tidak mau membuat image saya sempurna yang orang lain harapkan, karena pada akhirnya saya yang capek sendiri.
Berkaca dari pengalaman-pengalaman tersebut saya jadi banyak menyimpan mimpi-mimpi dan rencana saya ya buat saya sendiri. Capek dong ketika kita lagi seru cerita tentang impian kita, orang lain malah asik komentarin. Saya mengerti kok semakin dewasa semakin banyak yang dituntut dari kita. Saya juga sadar saya seharusnya di usia yang sudah bisa menanggung biaya hidup sendiri dan punya jenjang karir yang jelas, istilahnya ya saya sudah dituntut untuk realistis dengan hidup. Tetapi ada baiknya tidak mencibir seseorang yang sedang susah payah sedang mendaki.
Saya juga belajar supaya tidak sering ikut campur dalam urusan asmara, pekerjaan, dan rencana hidup orang lain, secara hal itu sangat privasi. Saya seharusnya cukup dewasa dengan mendengarkan dan menghargai daripada harus nyinyir mengomentari harusnya kerja disinilah, pilih inilah itulah, lagipula siapa saya berhak berkomentar yang menurut saya baik? Toh saya bukan siapa-siapa hanya seorang teman yang mendukung impian temannya yang lain, saya sendiri pun tidak sempurna.
Tetaplah beharap yang terbaik tanpa menghancurkan impian orang lain
Perluaslah ruang untuk mendengar daripada ruang mengomentari dan mengkritik
Jadilah teman yang mendukung bukan guru yang menceramahi
Mungkin kesempurnaan bisa melukai curhatan tidak sempurna teman kita
Kamu bukan dia, dia bukan kamu, kamu bukan aku
Kita hanya manusia yang tidak sempurna dengan jalan yang tidak sempurna.
-Mona