Our Last Goodbye, Chester 2016/12/29

IMG_20161230_115324Kemarin jadi hari yang berat bagi saya dan keluarga. Saya baru saja kehilangan anjing peliharaan keluarga yang sudah 16 tahun menemani keluarga saya. Seharusnya saya tidak shock dengan kejadian tersebut karena sejak bulan lalu saya memeriksakan kedua anjing saya, dokter sudah bilang bahwa anjing yang sudah berumur 16 tahun biasanya sudah mendekati waktunya untuk pergi. Ketika dokter menyampaikan hal tersebut saya masih tenang karena saya pikir masih ada waktu untuk bersama anjing saya, meski umurnya sudah tua.

Anjing saya yang umur 16 tahun ini sempat diperiksa, kondisinya masih bagus untuk anjing seusianya, hanya saja suka moody untuk urusan makan, kadang banyak kadang ga mau makan, kadang hanya makan sedikit saja meski sudah saya bujuk. Memang pergerakan anjing saya sudah lambat, sudah tidak bisa lari-lari lagi, bahkan kaki belakangnya sudah susah untuk jalan. Saya ga ada firasat apa-apa saat itu, saya pikir ya wajar namanya juga anjing yang sudah berumur.

Menjelang bulan berikutnya kondisinya mulai rapuh, suka ga mau makan dan maunya minum susu. Sudah susah gerak sana sini bahkan suka jatuh ketika sedang jalan. Saya masih belum ada firasat apa-apa, bahkan ketika saya tinggal dia ke Bali untuk liburan, saya ga ada pikiran apa-apa. Kebetulan orang tua saya tidak ikut liburan, jadi saya tenang karena mama saya bisa merawat dan memperhatikan anjing saya ini. Kata mama saya justru ketika saya dan adik ke Bali, Chester (nama anjing saya yang sudah tua) lebih aktif jalan kesana kemari di halaman rumah meski jalannya sudah pelan-pelan.

Ketika saya pulang, saya sempat kaget ketika adik saya bilang kalau Chester udah ga bisa jalan ke rumput untuk buang air kecil. Chester hanya bisa duduk tiduran ketika buang kecil sehingga badannya jadi kena pipisnya sendiri. Saya mulai kuatir. Saya dan adik saya memutuskan untuk membawanya ke dokter hewan rekomendasi teman dekat saya, Friska. Untungnya saya sudah menghubungi via telepon tentang kondisi anjing saya, dan dokter bersedia menunggu saya datang sebelum dia pergi ke tempat lain.

Sesampainya di klinik dokter hewan, dokter sempat cek detak jantungnya Chester dan kemudian mengajak kami berdua bicara secara pribadi. Setelah tahu umur Chester sudah 16 tahun, dokter pun bilang bahwa Chester sudah mendekati waktunya. Apalagi melihat keadaan Chester tadi, mungkin ga sampai dua minggu kata Dokternya.

Dokter sempat nanya rencana kami selanjutnya apa. Adik saya juga sempat menanyakan tentang suntik mati karena Papa saya pikir lebih baik untuk melakukan suntik mati agar Chester tidak kesakitan, namun saya keberatan karena saya masih belum rela. Saya pikir kalau sudah waktunya pasti Chester bisa meninggal dengan tenang tanpa perlu di suntik mati. Dokter pun tidak mau melakukan tindakan suntik mati karena baginya hanya Tuhan yang boleh mencabut nyawa, namun memang tidak semua dokter punya prinsip seperti itu.

Saya mengerti sih urusan suntik mati atau tidak, itu ada hubungannya dengan prinsip dari masing-masing dokter, prosedur tersebut juga tidak sepenuhnya salah, namun pemilik perlu pertimbangan matang untuk memutuskan hal tersebut supaya tidak ada timbul perasaan menyesal nantinya. Perkataan selanjutnya dari Dokter tersebut lebih menghujam batin saya.

“Ada yang belum ikhlas ya? Biasanya kalo sudah lama seperti ini kondisinya namun belum pergi, masih ada anggota keluarga yang belum ikhlas.

Coba pada ngomong untuk ikhlasin Chester sambil di elus tiap hari, biar Chesternya juga ga beban untuk pergi.

Apa yang baik untuk pemilik belum tentu baik bagi hewan peliharaan begitu juga sebaliknya. Ga mudah mengikhlaskan peliharaan yang sudah lama bersama dengan kita.

Pemiliknya harus ikhlas dulu baru peliharaannya bisa tenang pergi. Jangan lupa juga doa untuk ikhlasin Chester pergi. Tuhan sebenarnya tahu yang terbaik namun Ia juga tahu isi hati kita yang terdalam”

Hati saya langsung terasa berat, saya mikir apa jangan-jangan saya yang belum ikhlasin ya. Setiap kali Papa saya usulin untuk suntik mati, saya selalu protes paling keras, saya ga mau pokoknya ga mau. Saya masih ingin lihat Chester dan ingin Chester meninggalnya normal, tapi sampai kapan waktunya? Saya juga ga tahu sampai kapan. Kami pulang dengan kebimbangan setelah itu. Adik saya langsung nuduh saya yang belum ikhlas, terus saya cuma jawab, “kayaknya iya deh nin, gw yang masih berat hati”.

Setelah kami berdua memberitahukan nasehat dari dokter hewan kepada orang tua saya, saya sekeluarga ganti-gantian mengucapkan terima kasih dan sudah ikhlasin Chester pergi, sambil elus-elus Chester. Hal ini kami lakukan berulang kali agar kami pun bisa lega melepasnya. Setidaknya kami punya momen untuk mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal.

Kondisinya memang makin lama makin lemah, bahkan ga mau makan lagi meski makanannya sudah di blender halus. Chester lebih banyak tidur dan berbaring karena sudah tidak kuat lagi untuk jalan. Meski sudah dipakaikan pampers, pup dan pipisnya masih bleber kemana-mana sehingga kamu harus siap sedia membereskan.

Saya yang paling ga bisa nahan nangis pas momen berdua dengan anjing saya itu. Rasanya kayak hati saya berat banget, tapi di satu sisi saya tahu bahwa lebih baik merelakan daripada kondisinya seperti ini terus-terusan. Enam belas tahun sudah termasuk waktu yang cukup lama untuk hidup seekor anjing. Duhh..pokoknya tiap kali saya ucapin udah ikhlas ke Chester pasti saya nangis.

Chester tidur di ruang dalam dekat dapur. Sengaja kami pisah dengan anjing yang satu lagi karena ketika digabungin, Chester jadi gelisah dan gonggong terus seperti ga nyaman. Setelah di pisah, Chester lebih tenang. Semalam sebelumnya, tidurnya pulas karena kami sudah selimutin dia dengan kain tebal supaya dia nyaman. Besoknya kondisi Chester mulai drop, dia mulai gelisah di dalam ruangan, justru lebih tenang di dekat taman belakang tempat biasa dia tidur siang. Saya sempat pindahin ke situ namun tetap saya awasi supaya tidak di ganggu anjing yang satu lagi. Siangnya saya masukkan lagi agar dia lebih tenang di dalam ruangan.

Kebetulan kemarin saya ada janji makan siang dengan teman-teman magang saya dulu di Bali yang sekarang lagi di Jakarta. Saya pergi cukup lama karena tempat janjiannya jauh, pulangnya pun jalan tol sempat macet. Adik saya sempat wa menanyakan posisi saya dimana. Saya sempat mikir Chester udah pergi ketika saya di perjalanan pulang, supaya saya ga beban-beban amat melepasnya. Ternyata pas saya sampai, Chester sudah dalam kondisi lemah dan nafasnya tidak stabil lagi. Saya cepat-cepat ganti baju dan menemani anjing saya itu bersama adik saya. Kami ga berhenti ngelus bulunya sambil mata saya mulai meneteskan air mata.

“Chester nungguin ya dari tadi? Udah gak pa-pa, Mona udah ikhlas kok. Chester udah bisa pergi sekarang biar ga sakit-sakit lagi”

Saya lihat tubuhnya mulai kejang-kejang kecil dan nafasnya sudah tidak menentu saat dia berbaring. Perasaan saya kacau banget kayak hati saya di hujam paku besar, rasanya makin lama makin sakit dan kosong. Saya sempat doa untuk berserah kepada Tuhan supaya saya ga berat untuk melepaskan. Beberapa detik kemudian Chester menghela nafas panjang sebelum akhirnya saya ga merasakan badannya bergerak lagi. Tangisan saya dan adik saya pecah. Saya juga kasih tahu Mama dan Papa yang berada di kamar kalau Chester sudah pergi.

Kami sempat menerima tamu. Kebetulan tetangga kami datang berkunjung untuk mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru. Saya sudah ga fokus nyambut tamu, karena pikiran saya pengen cepat menguburkan anjing saya. Kami sempat susah menemukan orang yang mau menggalikan tanah untuk mengubur Chester karena saat itu sudah jam 11 malam. Beruntungnya ada salah satu satpam yang mau membantu untuk menguburkan anjing kami.

Setelah di kuburkan, memang saya merasa agak sedikit lega namun tetap saja saya susah tidur dengan perasaan berat dan kosong. Saya tidur pada akhirnya karena saya kecapean nangis. Keesokan harinya saya masih merasa kosong. Saya merasa ada yang janggal dengan halaman rumah saya. Anjing saya yang satu lagi juga tampak lesu padahal biasanya lincah.

Saya masih menangis tiap kali saya lewat tempat-tempat dimana biasanya Chester tidur. Saya masih jalan ke teras halaman belakang yang merupakan tempat tidur siang favorite Chester, dan mendadak sedih ketika menemukan tempat itu kosong. Saya merasa janggal untuk membuat makanan anjing dengan jatah satu porsi padahal biasanya saya selalu buat untuk jatah dua porsi. Bahkan saya menunda beberapa artikel Blog yang harusnya segera saya tulis karena saya masih berduka. Saya sama sekali ga bisa fokus. Saya cuma curhat ke beberapa teman dekat saya karena sebenarnya dalam hati saya tahu bahwa saya lebih membutuhkan waktu menyendiri untuk berduka.

Adik saya sempat bilang kayaknya Chester nungguin saya pulang karena semua anggota keluarga sudah ada di rumah, tinggal saya aja yang belum pulang waktu itu. Saya bersyukur masih bisa nemenin di saat terakhir anjing saya itu menghembuskan nafas. Saya baru merasa 16 tahun waktu yang terasa sangat sebentar setelah kejadian kemarin. Kita selalu berpikir bahwa waktu akan berjalan lama, bahkan saya sering menunda beberapa hal karena berharap pasti akan ada waktu yang tepat, padahal waktu bisa berakhir kapan saja dan waktu 16 tahun terasa cepat ketika kita sampai di penghujung waktu tersebut.

Saya sempat refleksi ke diri saya sendiri hari ini. Masih adakah yang belum saya ikhlaskan yang akhirnya menghambat jalan saya atau mungkin menghambat jalan orang lain? Saya pikir saya sering ga sadar bahwa diri saya belum ikhlas. Saya belajar dari pengalaman saya melepaskan Chester, dimana saya baru sadar setelah diingatkan lagi oleh Dokter Hewan. Tuhan tahu yang terbaik namun Tuhan juga tahu pergumulan hati kita. Saya mulai melihat hidup saya lagi, manatau ada bagian yang belum saya ikhlaskan tanpa saya sadari. Semoga saya bisa mengikhlaskan semua hal yang belum beres di hati saya. Amin.

Goodbye Chester! Till we meet again in heaven dear. Thank you for 16 yeas, you will always in our heart..

11 thoughts on “Our Last Goodbye, Chester 2016/12/29”

    1. Thank you win..iya karena udah lama pelihara dan lama sama-sama keluarga jadi udah kebiasaan ada hewan peliharaan, pas pergi jadi berat karena udah ada rasa attachmentnya..huhu hikss. thanks ya win 🙂

  1. hiiiks! asli berkaca-kaca bacanya.. Aku punya banyak kucing dan pernah ada satu anak kucing meninggal dipelukan aku.. emang sakit & keliatan ngga akan mampu terus hidup, sedih banget… Apalagi Chester yg udah lama nemenin Mona, tapi Chester sekarang udah ngga sakit lagi & semoga lagi hepi2 makan tulang 🙂

    1. Iya mbak San..karena udah lama juga jadi timbul attachment kuat :'(…duhh sedih bgt anak kucingnya meninggal..padahal masih kecil. Iya kasian juga sih aku ngeliat kmaren malah jadi sakit-sakitan, ga bisa jalan, ga bisa makan, sekarang udah ga sakit2 lagi. Lega juga aku mbak karena tuntas ngurusin pas anjingku sakit dan lama lama kondisinya turun. Thank you mbak Sandraaa :’)

  2. Aku baca baru sampai setengah aja udah enggak kuat. :((
    Aku suka anjing tapi belum pernah pelihara, bakalan nangis kejer dan patah hati kayak kamu juga kayaknya. Yang tabah, ya! RIP Chester. Selamat tahun baru!

    1. Selamat Tahun Baruu Apriee!..iya prie karena udah lama sama kita jadi berasanya lebih berat :'(. Lega sih, mungkin memang sudah waktunyaa, kasian juga lihat anjingku sakit-sakitan kemarin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *