Tentang Kesempatan Kedua

Images from unsplash.com
Images from unsplash.com

Kemarin malam, salah seorang teman menelpon saya. Saya ga terlalu kaget ketika ia menelpon saya malam itu, karena sebelumnya dia sempat curhat via whatsaap tentang hubungannya dengan orang lain yang harus kandas dalam hitungan waktu yang terbilang cepat. Sebagai seorang teman, tentu saya tahu bahwa menerima telepon larut malam dari teman dekat yang sedang patah hati dapat dikategorikan dalam kondisi lumayan darurat. Kebetulan telepon darurat itu tidak datang terlalu larut, masih dalam batas waktu biasanya orang rumah masih nonton TV sebelum akhirnya memutuskan untuk tidur. Sebenarnya malam itu pun saya sedang memilih-milih tulisan yang ada di jurnal harian saya, jadi saya cukup dalam keadaan santai untuk mendengar sebuah curhatan.

Saya cukup pelan-pelan memilih perkataan saya ketika berbicara kepada seseorang yang sedang patah hati, karena pada saat itu seseorang bisa sangat-sangat sensitif dalam segala sesuatu. Saya juga tidak ingin salah memberikan respon yang akhirnya malah menyakiti tanpa disadari. Perkataan seperti “udahlah move on”, “kamu sih milihnya orang kayak dia”, “makanya lain kali diliat dulu orangnya” dan sebagainya bisa terdengar sangat kejam ketika diucapkan di depan seseorang yang baru saja putus. Alasan kenapa saya juga tidak pernah menaruh perkataan ini dalam kamus kosa kata saya tentu jelas karena perkataan-perkataan tersebut juga pernah menyakiti saya secara tidak langsung. Saya sadar ketika berada dalam posisi rapuh, berbagai ucapan yang kelihatannya biasa saja menurut orang lain bisa salah diartikan.

Perkataan tersebut seperti meremehkan betapa sepele-nya apa yang dirasakan dan dialami seseorang yang baru saja kehilangan. Padahal sebenarnya ga ada yang salah lho merasa sedih ketika kehilangan sesuatu atau seseorang yang paling di sayangi. Setiap orang memang menanggapi perpisahan dengan berbeda. Tidak semua orang memiliki respon cepat untuk bisa pulih kembali seperti tidak terjadi apa-apa dalam hidupnya. Jika kamu tipe yang serba cepat bisa move on atau bahkan bisa langsung mengejar cinta yang lain, ya silahkan. Bila kamu tipe yang sangat sensitif dan susah sekali untuk move on, saya tidak akan menghakimi sama sekali. Menurut saya, semua orang punya respon dan pilihannya sendiri terhadap kejadian pahit yang ia alami sebagai bentuk dari cara orang tersebut menyembuhkan lukanya.

Di sela-sela ceritanya, kekecewaannya bertambah ketika ia tahu bahwa orang yang ia cintai dengan mudahnya langsung merajut kasih dengan orang lain dengan begitu cepat. Saya mengerti pasti sangat membingungkan melihat seseorang yang tadinya mencintai kita namun kemudian berpaling kepada orang lain, namun saya juga sadar terkadang perasaan manusia memang sangat kacau dan membingungkan.

“No matter what, Dear. We will never know someone else’s true feeling towards us. All we know is to do the best thing with what we feel and what we have in that moment”

Sebaik-baiknya kita memilih seseorang untuk mendampingi kita, hal tersebut tidak akan menjamin suatu saat kita tidak akan berpisah dengannya. Kita tidak pernah tahu pasti perasaan sesungguhnya dari seseorang. Kita juga tidak akan tahu kapan perasaan tersebut berubah atau pun menghilang. Kita tidak punya kontrol atas semua hal di dalam hidup termasuk perasaan orang lain. Kita hanya bisa melakukan yang terbaik dengan apa yang kita rasakan dan bisa kita lakukan saat itu.

“Do you believe in Second Chance Mon?”

“Of Course I do. I also do believe in another chances after the second chance in life. If there is no chances anymore, we will never live until know.”

Kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut saya ketika teman saya bertanya apakah saya percaya akan kesempatan kedua. Saya spontan menjawab iya, meskipun saya begitu takut dengan kesempatan-kesempatan yang ditawarkan oleh hidup. Takut bahwa itu hanya awal dari sebuah kesalahan lagi. Hanya saja tak peduli betapa takutnya kita akan kesempatan-kesempatan berikutnya, hidup akan terus menawarkan kita kesempatan lagi dan lagi. Terlepas kita akan tahu bahwa itu hanyalah kesalahan atau kebahagiaan bagi nantinya, kita juga bisa memilih untuk mengambil kesempatan itu atau tidak.

“Do you believe in Second Chance even though you will get hurt again?”

I do, even though until now I’m not really sure about that. I can only tell you this, take all the time that you have. Take all time that you have to heal yourself, you deserve it.

Saya mengerti sebuah pengalaman pahit tidak bisa segera di sembuhkan dengan kata-kata mutiara. Saya mengerti semua orang butuh waktu untuk berduka dan menyembuhkan luka yang ia miliki. Memberikan ruang bagi seseorang yang sedang begitu kacau perasaannya merupakan tanda bahwa kita menghargai apa yang sedang di rasakan orang tersebut. Saya tidak ingin memaksa-maksa seseorang untuk move on secepatnya karena masalah hati itu personal.

Sebagai seorang teman saya hanya bisa mendengarkan, menghibur, menyediakan tempat berkeluh kesah dan menemani ketika dibutuhkan sampai suatu saat hati itu menyembuhkan dirinya sendiri. Memperbaiki hati yang hancur bukanlah pekerjaan yang bisa saya lakukan.

Setelah telepon itu berakhir, saya bersiap-siap untuk tidur malam itu. Saya harap teman saya baik-baik saja. Saya juga berharap dia mendapatkan kesempatan yang lebih baik di masa depan. Beberapa menit sebelum saya tidur saya berdoa mengucap syukur kepada Tuhan atas waktu dan proses jatuh bangun yang pernah saya lalui dalam menyembuhkan hati saya berkali-kali. See you on my next post readers!

NOTE

This is NOT a Sponsored Post. All things that are written in this blog post are my own opinions and my honest experience. Do not copy my blog or my photos, if you want to use my blog or my photos please ask my permission by email and credit the copy page or image back to my blog.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *