Daily Journal : My Back Pain Story

September 2018 kemarin saya akhirnya kembali ke Jakarta bersama 3 rekan kerja proyek lainnya. Kepulangan saya lebih cepat dari jadwal cuti seharusnya proyek. Saya merasa agak cemas saat kembali karena saya membawa berita kurang menyenangkan untuk keluarga saya.

Saya disarankan untuk cuti lebih cepat untuk berobat di Jakarta setelah penggobatan dengan obat tidak juga membuat kondisi kesehatan saya membaik di Algeria. Setelah kambuh kedua kali, badan saya mulai susah untuk diajak kompromi, rasanya setiap gerakan yang saya buat memicu rasa nyeri di punggung dan kaki saya. Obat pain killer dan obat anti peradangan pun jadi teman baik saya selama saya sakit di proyek.

Awal mula saya mengalami nyeri punggung yang menjalar sampai kaki adalah saat saya harus menyelesaikan dokumen penting yang tertunda selama saya cuti. Memang saat itu tim proyek saya sangat sedikit dan manajemennya belum lengkap. Malam sesudah dokumen tersebut selesai, punggung dan kaki saya terasa nyeri.

Saya pikir rematik yang saya punya 9 tahun lalu kambuh. Biasanya 1-2 hari bed rest, badan saya mulai enakan namun ternyata rasa nyeri tersebut tidak kunjung hilang. Saya akhirnya meminta izin untuk berobat ke dokter ditemani rekan kerja sekaligus teman satu container saya, Gretha dan Ayya. Kebetulan Ayya juga sedang dalam kondisi sakit saat itu.

Kami memilih berobat ke dokter praktek di kote tersebut. Kebetulan fasilitas rumah sakit di kota kecil tempat proyek saya kurang menunjang meskipun biaya berobat gratis. Tiap kali sakit dan berobat ke dokter, saya selalu deg-degan, takut salah diagnosis-lah, miskom karena bahasa atau ga cocok dengan obat-obatan disana.

Minum obat dari dokter selama 5 hari setelah berobat dari dokter pun saya jalani. Saya disarankan untuk 2 jam sekali berdiri dari posisi duduk selama bekerja dan tentunya istirahat yang cukup. Setelah sekitar seminggu, saya masih merasakan nyeri dari punggung ke kaki meski masih bisa saya tahan-tahan selama kerja, namun ntah mengapa firasat saya menyuruh saya untuk periksa lagi. Saya akhirnya meminta izin untuk periksa ke klinik di ibu kota Algeria yaitu Alger.

Perjalanan dari kota terpencil menuju kota Alger
Perjalanan dari kota terpencil menuju kota Alger

Pemeriksaan di Klinik, kota Alger

Setelah mengambil surat pengantar, kami menuju klinik besar di kota Alger, namanya klinik Al- azhar. Saya di dampingi Agnes (rekan satu proyek) dan rekan kerja dari proyek lain yang bisa berbahasa Perancis, namanya Akita. Setelah selesai dengan urusan administrasi,saya melakukan pemeriksaan awal. Saya disuruh menggerakkan kaki, tangan dan punggung untuk mengetahui area-area yang saya rasa nyeri. Saya ditawarkan suntikan anti nyeri jika saya benar-benar merasa tidak tahan lagi, tapi saya tolak karena takut ukuran jarum suntiknya besar.

Saya kemudian diarahkan ke ruangan lain untuk pemeriksaan lebih lanjut. Saya disuruh melakukan pemeriksaan CT-Scan. Saya disuruh ganti baju dengan memakai baju ala pasien yang berwarna biru, kemudian saya disuruh berbaring. Tempat saya berbaring otomatis bergerak masuk ke mesin berbentuk lingkaran. Kebetulan mesin lingkaran tersebut lebar dan tipis jadi saya ga ketakutan pas masuk ke dalam mesin.

Selesai melakukan pemeriksaan CT-Scan, saya lanjut melakukan pemeriksaan darah. Saya agak pucat pas liat jarum suntik yang besar kayak jarum suntik untuk sapi trus saya langsung refleks bilang “No..noo..noo”. Petugasnya membalas saya dengan bahasa perancis yang langsung diterjemahkan Akita bahwa jarum itu bukan buat saya tapi buat isi obat ke kantong infus pasien lain.

Medical Check Up di klinik Al-Azhar, Alger
Medical Check Up di klinik Al-Azhar, Alger

Tangan saya disuntik untuk memasukkan semacam ujung alat infus ke tangan, tapi bukan untuk di infus namun untuk di ambil darah. Cara ambil darahnya sangat berbeda dengan di Jakarta. Pipa pada tangan saya dibuka agar darah saya mengalir dan ditampung ke botol laboratorium. Karena mereka membutuhkan darah dalam jumlah banyak maka tangan saya sempat diurut untuk mengeluarkan lebih banyak darah ke tabung. Bisa kebayang ga wajah saya waktu itu shock dan pucet menyaksikan teknik ambil darah yang seperti ini, dan tentunya terasa lebih sakit.

Setelah selesai, pipa infus masih tertanam di tangan saya hanya saja klepnya di tutup agar darah tidak keluar. Petugasnya bilang kalau saya akan ambil darah lagi jika diperlukan sehabis konsul dengan dokter. Trus saya mikir, kok banyak amat yaa darah yang dibutuhkan buat periksa tapi yaudahlahh yaa yang penting hasilnya.

Kami menunggu pemeriksaan dokter lebih lanjut sampai sore. Saya sempat kesal karena harus menunggu lama dari jam 1 siang sampai jam 6 sore. Saya juga masih meriang dan menahan rasa nyeri saat itu. Sampai akhirnya saya diajak masuk, bersama Akita tentunya, dan diberikan penjelasan tentang kondisi saya. Ada kemiringan sedikit pada tulang belakang dan pembengkakan pada sendi tulang belakang. Saya dirujuk ke dokter ortopedi minggu depan untuk penanganan lebih lanjut.

Saya memutuskan untuk menginap di mess proyek dekat Ibu kota Alger karena kondisi saya yang saat itu meriang dan kecapean. Selama menginap saya mengalami meriang naik turun, minum obat, dan juga dianjurkan memakai perban besar yang dililit menutupi pinggul sampai ke tulang belakang.

Saya lanjut pemeriksaan ortopedi, saya diberi obat, disuruh istirahat. Jika belum genap sebulan setelah berobat dari sini nyeri itu kambuh, maka akan dilanjutkan pengobatan dalam bentuk fisioterapi. Setelah selesai semua urusan berobat, saya tetap melanjutkan bekerja di proyek seperti biasa dengan memakai korset pendukung tulang belakang.

Pakai korset selama sakit punggung
Pakai korset selama sakit punggung

Nyeri yang kambuh untuk kedua kali

Sekitar 2 minggu lebih pasca obat habis, saya tiba-tiba merasakan nyeri punggung menjalar lagi saat sedang duduk bekerja. Saya coba rebahan di ruang meeting kantor proyek tapi tetap rasa nyeri itu masih terasa. Saya pergi ke klinik proyek untuk meminta obat anti nyeri dan rebahan sebentar ,tapi tetap ga ada perkembangan. Akhirnya saya disuruh pulang ke mess untuk istirahat dengan bekal obat nyeri.

Saya langsung rebahan di lantai sesampainya di container para wanita. Saya langsung pasang alas tidur di lantai karena badan saya sudah ga nyaman dengan kasur empuk. Saya juga merasa mual dan pusing saat malam hari. Alhasil saya muntah-muntah di toilet. Saya sempat terbangun subuh dan merasakan kaki kanan saya kebas, sempat panik karena ga bisa menggerakkan kaki. Beruntungnya saya, Vivi teman sekamar, baru saja dari wc jadi dia sempat bantu pijit ringan kaki saya.

Sejak itu dimulailah masa-masa ga bisa tidur karena smua posisi serba salah, jalan sebentar nyeri, duduk sebentar nyeri, bahkan sering ga bisa tidur sampe subuh. Nyeri dari punggung ke kaki tetap saya rasakan, sementara itu beberapa kali saya mengalami nyeri yang berpindah-pindah pada bagian bahu dan pergelangan tangan. Sampai akhirnya saya minta izin mempercepat cuti supaya bisa berobat di Jakarta saja.

Sebenarnya dari HC juga sudah sempat menyarankan hal itu hanya saja saya masih mikir-mikir lagi karena mau nabung dengan gaji proyek. Ada tambahan juga komplainan dari orang tua karena saya ga update penyakit saya selama di proyek, mereka baru tahu di akhir.

Hari-hari terakhir, saya berusaha menyelesaikan beberapa dokumen serta melakukan serah terima. Sempat juga beli oleh-oleh untuk keluarga, beruntungnya saya ditemani HC bagian umum, Pak Taksis, yang selalu berbaik hati membantu saya angkat-angkat belanjaan. Sisanya saya cicil berkemas semua barang setelah mendapat konfirmasi tanggal tiket.

Saya pulang di temani bapak-bapak proyek yang baik hati, Pak taksis, Mas Hanna dan Pak Alif. Ketiga orang ini berjasa membantu membawa beberapa barang saya, menaikkan dan menurunkan koper saat check in di bandara Alger dan saat check out di Bandara Jakarta. Sampai saya sendiri terharu..thank you bapak-bapak :’)

Selama 16 jam pernerbangan luar negri, punggung dan kaki saya luar biasa nyerinya karena berada dalam posisi duduk yang lama. Beberapa kali saya jalan di bolak balik dan melakukan gerakan peregangan kecil agar kaki tidak terasa kebas. Pada titik paling nyeri, saya akhirnya meminum pain killer agar setidaknya saya bisa istirahat.

Mendarat dengan mulus di Bandara Soekarno Hatta, saya mulai lega dibarengi dengan senyum ketiga bapak yang menemani saya. Kami berempat sama-sama merasa bahagia sampai ke tanah air setelah perjalanan panjang.

Saya di jemput oleh orang tua saya di Bandara. Saya harus menahan nyeri lagi selama perjalanan dari Jakarta ke Bekasi saat itu. Sesampainya di rumah saya langsung rebahan di kasur lantai. Saya bed rest selama 2 hari full dan setelah itu Mama saya langsung mengatur jadwal bertemu dengan dokter saraf. Cerita Back Pain Story saya akan saya lanjutkan di blog post selanjutnya yaa 🙂

NOTE

This is NOT a Sponsored Post. All things that are written in this blog post are my own opinions and my honest experience. Do not copy my blog or my photos, if you want to use my blog or my photos please ask my permission by email and credit the copy page or image back to my blog.

2 thoughts on “Daily Journal : My Back Pain Story”

  1. Monnn cepat pulih kembali yaaa.. Semoga kedepannya ga kambuh2 lagi. Ga kebayang sih ambil darah sambil diurut >.< sembuh sembuh sembuh!

    1. iyaa susss,,aku jg kaget pas di urut buat ngeluarin darah supaya ngalir ke tabung lab. Agak lucu dan bikin shock sih sebenarnya kalau diinget2.. Thank you sussyyy 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *