Jika ditanya urusan mimpi mungkin saya tidaklah senaif ketika saya kecil dulu. Saya ingat ketika guru di SD menanyakan kepada kami tentang cita-cita sambil menyuruh kami mengangkat tangan.“Siapa yang mau jadi dokter?” seketika itu juga jawaban riuh terdengar dari sebagian kelas sambil menunjuk tangan, “Sayaaaa!!”. Kemudian pertanyaan pun dilanjutkan dengan menyebut profesi-profesi lainnya sambil terlihat pemandangan angkat dan turun tangan dari tangan-tangan kecil di kelas.
Seiring berjalannya waktu memang mimpi kita semakin realistis, buru-buru terwujud semua, hanya satu mimpi terwujud mah sudah bersyukur setengah mati. Pertanyaan yang di lontarkan ke orang dewasa pun juga berbeda jika berhubungan dengan mimpi.
Yakin mau ambil jurusan itu?
Udahlah ambil kerja di tempat ini aja lebih terjamin.
Emang mau jadi apa sih kerja disitu.
Udahlah nikahin aja dia, ga bisa apa-apa juga.
Kalimat-kalimat ini mungkin hanya sebagian dari apa yang dilontarkan orang-orang sekelilingnya ketika berhubungan dengan impian baik itu dari segi karir dan hidup. Saya sadar sih semakin dewasa kalimat yang dilontarkan memang kalimat-kalimat yang justru malah menyakiti pihak yang di komentari. Saya juga kadang bingung, hidup hidup siapa, yang berkoar tentang pemikirannya paling benar malah siapa.
Memang sebagai orang dewasa kita dihadapkan kepada kenyataan untuk mapan, bertanggung jawab, segera bekerja di tempat yang terjamin, segera menikah, segera punya anak, segera segera pokoknya segera deh, mau kamu bahagia apa ngak itu ga jadi urusan yang penting kamu kondisinya sama kayak orang dewasa yang lain. Saya sadar sih bukan hanya saya tapi teman-teman sekitar saya juga sensitif ditanya masalah-masalah yang saya rasa ga ada hubungannya dengan orang lain, daripada saya capek, saya asumsikan aja mereka toh memang tidak tahu apa-apa.
Saya agak sedih ketika mendengar curhatan salah satu teman dekat saya tentang keinginannya untuk tetap kerja di Konsultan Arsitek, karena memang dari awal teman saya ini sudah memantapkan diri menjadi Arsitek. Ketika berumah tangga dan mempunyai anak, tentu sebagai seorang perempuan, banyak yang jadi pertimbangan jika ingin bekerja kembali di Konsultan Arsitek dengan jam pulang yang tidak sepasti jam kantoran biasa. Memang saya agak sedih mendengarnya namun saya tetap menyarankan, keluarga sebaiknya tetap jadi nomor satu dan tentunya anak harus lebih prioritas dibandingkan kerjaan. Biar bagaimana pun kerja bisa dicari meski susah, namun anak dan keluarga tidak bisa di ganti.
Pertanyaan berikutnya terngiang di benak saya, “Masihkah saya bermimpi? Masihkah saya pun bermimpi meski nanti saya berkeluarga dan punya anak?”. Saya mengerti bahwa sebagai seorang perempuan yang mungkin akan menjadi ibu/istri kelak memang lebih diutamakan untuk mementingkan keluarga. Bahkan ketika saya membaca cerita tentang para teman blogger yang adalah WORKING MOM pun ternyata banyak yang akhirnya resign karena ingin fokus mengurus anak di saat tidak mendapat ART (Asisten Rumah Tangga) yang di cari.
Semakin saya dewasa memang mimpi saya cenderung saya simpan sendiri. Kenapa? Karena saya capek dan malas mendengar komentar-komentar dan respon-respon yang tidak perlu, toh ini hidup saya, mau saya mimpi keliling dunia juga ga ada urusannya dengan orang lain. Sebagai seorang dewasa, mimpi menjadi hal yang personal bukan sesuatu lagi yang gamblang di ceritakan ke orang-orang atau di tuliskan di status media sosial. Tentu saya punya banyak mimpi meski saya beranjak dewasa, mimpi untuk lanjut S2, mimpi traveling keliling dunia, mimpi menikah di usia yang mungkin orang bilang terlalu tua, mimpi menerbitkan buku karya sendiri dan masih banyak lagi. Saya cukup membisikkan mimpi-mimpi saya dalam doa biar hanya sang Pencipta dan saya yang saling tau dan menyimpannya.
Pertanyaan tentang mimpi ini juga muncul karena saya sempat nonton video inspiratif dari SK-II (bukan promosi lho ya ahahha) tentang perempuan dewasa dan mimpinya. Saya sempat agak berlinang air mata sedikit pas nonton (sedikit kok ga sampai berember-ember ahahhaha). Banyak wanita melupakan mimpi terdalam mereka ketika mereka beranjak dewasa, mungkin karena tidak ada yang mempercayainya, mungkin karena mereka pada akhirnya harus mengutamakan keluarga dan anak, mungkin karena respon negatif dan merendahkan dari orang-orang sekelilingnya sehingga mereka bertanya pada diri sendiri, buat apa sih saya bermimpi lagi? Namun justru pertanyaan-pertanyaan polos dari anak-anak kecil membuat para wanita dewasa ini mengingat kembali mimpi-mimpi mereka dulu. How amazing those pure soul spark our oldest dream again 🙂 .
This article addressed to all adult woman or mothers out there, we still worth to dream again 🙂 . -MD-
NOTE
This is NOT sponsored post. I’m not using SK-II products. I just share my thoughts. Do not copy my blog, if you want to use my blog please ask my permission by email and credit the copy page or image back to my blog
Oh myyy, aku pernah menuliskan tentang ini juga di sini > http://www.windacarmelita.com/2016/06/semakin-dewasa-mengapa-makin-takut.html. I love this post, btw 😉
Haloo mbak windaaa..terima kasih sudah visit blogku..aku mampir ahh ke blog postnya hehehehe..beberapa temen blogger juga sempat nulis tentang mimpi di saat dewasa . Kebanyakan jadi malas untuk bermimpi karena banyak penyebab mulai dari lingkungan sekitar yg malah bikin surut niat atau karena realita berkata lain. Semoga kita sama-sama tetap semangat bermimpi dan ga nyerah mewujudkannya ya mbak 🙂
Well written, Mona :’)
Kadang suka sebel sama orang yg kepo soal urusan personal orglain. Makanya, aku juga ga kepoin org kecuali diceritain sendiri sama mereka 🙂
Urusan diri sendiri aja udah repot, apalagi ngurusin urusan oranglain :p Dengan begitu aku bs jd lebih fokus sama target-targetku…
iya dee..aku juga jadi lebih hati-hati nanya ke orang supaya ga terkesan kepo sama privasi mereka..ntar malah aku dikira ga punya empati hehehhe..bener bgt lebih baik fokus sama target kita sendiri..thanks sudah mampir dheee :)..
Kata siapa orang dewasa sudah tidak bermimpi? Masih bisa kok. Tapi mungkin impiannya dalam bentuk yg agak berbeda dibandingkan sewaktu kita masih muda. Waktu masih muda mungkin kita bermimpi jadi fashion model. Setelah dewasa dan menjadi seorang Ibu, mungkin kita bisa mewujudkan impian itu dengan jadi fashion blogger. Meskipun bukan lenggak-lenggok di panggung internasional, tapi kita tetep bisa show off di panggung milik kita sendiri, hehehe. Ini hanya contoh saja sih.
Sewaktu muda, saya punya banyak impian, ingin traveling keliling dunia misalnya, atau ingin menerbitkan buku. Sampai saat ini, impian itu masih saya kejar (malah saya bikin sebuah Bucket List yg berisi impian-impian saya tersebut), dan sambil mengejar karir, saya juga membuat rencana untuk memenuhi Bucket List saya itu. Sejauh ini, di usia yg hampir kepala 3, saya sudah berhasil memenuhi 30% dari impian saya. Not bad kan?
Jadi, kata siapa orang dewasa sudah tidak bermimpi? Justru, semakin kita dewasa, semakin kita memiliki kemampuan untuk mewujudkan impian-impian kita. Buatlah rencana, luangkan waktu, dan wujudkan mimpimu, one step at a time. Di perantauan saya bertemu banyak perempuan yg sudah mempunyai anak yg masih berusaha melanjutkan studinya di luar negeri. Tidak mudah memang, tapi bukan berarti tidak mungkin.
Makanya, sebagai seorang calon suami, saya bertekad bahwa saya harus sukses, supaya saya dan istri saya nanti bisa punya waktu luang untuk mengejar impian kita masing-masing hehehe.
Salut, mas masih semangat ngejar mimpi di usia hampir kepala 3..semangat terus mas. Iya ya mungkin ketika dewasa impiannya lebih dalam bentuk berbeda namun tetep sama bukan seperti impian pada masa muda dulu hehehe. Kayaknya saya harus bikin bucket list impian juga nih supaya saya makin semangat. Iya ya justru makin dewasa harusnya makin punya kemampuan untuk mewujudkan impian kita. Thank for sharing mas!