A Road To Healthy Mind and Life

Photo by Grzegorz Mleczek from unsplash.com
Photo by Grzegorz Mleczek from unsplash.com

Butuh keberanian bagi saya untuk menuliskan artikel ini di blog karena saya punya banyak pertimbangan ketika akhirnya saya memutuskan untuk menceritakan sesuatu apalagi menyangkut pengalaman pribadi dan hidup saya. Mengapa saya perlu pertimbangan masak-masak? Karena media sosial sebenarnya bukanlah tempat yang baik untuk sepenuhnya curhat segamblang-gamblangnya tentang masalah hidup kita. Bisa -bisa kita malah di gosipin oleh banyak orang hehehe.

Pertimbangan saya mensharingkan pengalaman saya ini adalah mana tau ada yang membutuhkannya. Kita tidak pernah tahu apa yang kita share bisa memberkati orang-orang dengan masalah yang sama. Seperti saya yang juga sangat terberkati oleh blog post dari pengalaman hidup orang lain. Saya juga ingin paling tidak blog post ini bisa membantu orang yang memang benar-benar membutuhkan.

Berawal dari kecemasan yang makin tidak wajar, saya mulai bertanya-tanya tentang diri saya. Kecemasan yang tidak wajar itu pun semakin mempengaruhi saya mulai dari semangat saya yang turun dan juga turunnya minat saya untuk bersosialisasi. Memang saya sempat mengalami kejadian yang cukup traumatik bagi saya sebelumnya. Awalnya saya sih cuek toh semua orang dewasa pun mengalami hal dimana susah mempunyai waktu luang untuk sekedar santai karena kerjaan. Sampai suatu ketika saya jadi sering insomnia dan kejadian itu makin sering terjadi sampai berdampak keletihan bagi diri saya.

Saat itu saya bingung dengan diri saya, semakin saya curhat ke orang lain yang saya temukan cuma kata-kata “kamu kurang beriman kali, kurang berdoa, ahh lebay banget sih kamu semua orang juga ngalamin kok, ada lho yang posisinya lebih buruk dari kamu..” dan sebagainya dan sebagainya namun perlu di garis bawahi tidak ada yang salah dalam aktivitas saat teduh (berdoa dan membaca Alkitab) saya, aktivitas ke gereja saya tiap minggu, namun saya makin merasa cemas, takut dan makin kosong. Saya juga malas cerita ke orang dan bersosialisasi karena toh ujung-ujungnya kalimat itu-itu lagi yang keluar.

Ketika sedang cerita via LINE dengan salah satu senior saya yang sekarang bekerja di Singapur tentang kondisi saya, beliau langsung memberikan kontak nomor Psikolog yang merupakan kenalannya. Awalnya saya ragu, “masa sih saya harus ke Psikolog? mental tempe banget dong saya” begitu pikir saya secara mind set orang Indonesia ketika kita ke psikolog berarti kita mengalami gangguan jiwa alias gila atau lemah mental alias mental tempe. Namun saya pikir tidak ada salahnya saya coba konsultasi via email terlebih dahulu daripada saya kebingungan sendiri.

Sebenarnya konsultasi ke psikolog via email sama seperti konsultasi ke dokter. Saya menceritakan kondisi saya akhir-akhir ini, kecemasan saya, dan sebagainya tentunya sesuatu yang sangat privasi di bahas. Psikolog pun menanyakan beberapa hal semakin dalam dan akhirnya berujung konsultasi via LINE supaya lebih mudah bagi saya untuk update kondisi saya ke Psikolog tersebut. Karena tempat praktek psikolog tersebut jauh dari lokasi saya, saya disarankan konsultasi ke rumah sakit terdekat. Bedanya konsultasi dengan psikolog di Rumah Sakit yaitu saya di suruh menceritakan keluhan saya dan juga disuruh tes menggambar. Setelah itu baru Psikolognya menceritakan kesimpulan yang ia dapat dari tes dan wawancara serta menawari saya untuk terapi agar dapat mengatasi kecemasan berlebih saya.

Saya tetap konsultasi dengan psikolog saya yang pertama via LINE meski saya mengikuti terapi di Rumah Sakit terdekat. Psikolog saya yang pertama beda umurnya hanya dua tahun lebih tua dari saya dan sama-sama perempuan jadi saya merasa lebih bisa terbuka dan gamblang menceritakan masalah saya mulai dari keluarga, karir dan asmara hehehe. Sampai sekarang saya masih sering konsultasi dengan psikolog saya via LINE meski tidak sesering dulu. Apa sih sebenarnya yang saya rasakan ketika saya konsultasi ke Psikolog?

ADA RASA AMAN dan DIMENGERTI

Psikolog membantu pasien untuk menangani masalah dalam hidupnya, jadi kembali lagi motivasi dari kitalah untuk sehat secara pikiran yang menentukan kita mau berubah atau tidak. Secara psikolog sudah sering menangani yang aneh-aneh dan memang tugasnya menangani masalah kejiwaan dan pikiran, tentunya saya jadi punya tempat curhat yang lebih mengerti saya, dibandingkan ketika saya curhat ke orang lain karena sekali lagi, masih banyak yang awam soal mental disorder dan berpikiran sempit bahwa mental disorder artinya gila padahal mental disorder itu banyak dan tidak mudah terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

ADA BANTUAN dari TENAGA AHLI

Dari segala komentar dan tanggapan yang diberikan orang yang saya curhati, sedikit yang membesarkan hati saya sisanya saya ga kuat dengan responnya, malah bikin saya down. Saya cuma bisa maklum dan berbesar hati bahwa tidak semua orang dalam kondisi siap untuk mendengarkan curhatan, toh semua orang punya masalahnya masing-masing. Sejak saya sering curhat ke Psikolog, saya selalu ditanggapi dengan netral tanpa di-judge karena secara profesional hubungan kami adalah pasien dan tenaga ahli medis. Saya merasa mendapat bantuan yang tadinya saya kira tidak akan saya dapatkan.

MENJADI LEBIH MENGERTI tentang DIRI SAYA LEBIH LAGI

Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan dari psikolog saya lebih mengarahkan saya untuk menemukan titik permasalahan dan membantu saya menemukan solusinya. Awalnya saya kesal, kok dari kemarin saya ditanya terus tanpa ada keterangan saya tuh sebenernya kenapaa gitu lhoo #jadikeselsendiri. Ibarat saya udah kirim sinyal sinyal tapi ga ditembak-tembak #duhjadibaper #tobatmontobattt #inibukancurhatcintaaamoon ahhahaha. Sampai suatu waktu saya sadar makin lama pertanyaan tersebut mengarahkan saya untuk bertanya kembali kepada diri saya sendiri, apa yang saya rasakan, kenapa saya cemas, kenapa saya tidak pernah puas dengan hubungan saya dengan orang lain dan sebagainya. Pertanyaan tersebut juga membawa saya kepada trauma-trauma lama dan kekecewaan yang membuat saya lebih semakin mengerti tentang masalah saya dan diri saya sendiri.

Trus sekarang gimana? Apakah saya sudah sembuh dan happy lagi? Ya ngak juga, tetapi semakin membaik iya, daripada sebelumnya ketika saya menutup diri. Tidak semudah itu menghadapi masa-masa down dalam hidup saya, bukan semudah ketika kamu sakit terus minum obat lalu beberapa hari kemudian kamu sembuh. Mental Disorder itu banyak dan faktor yang menyebabkannya juga banyak mulai dari keturunan, ada sesuatu yang berbeda dengan saraf otak si penderita, lingkungan, trauma dan berbagai macam faktor lain yang sampai sekarang pun masih diteliti. Jadi tidak begitu kamu ke psikolog terus sehari setelahnya kamu langsung tahu penyebabnya dan langsung berubah #kayakksatriabajahitam. Sampai hari ini saya masih berjuang menghadapi masa down saya dan ketika panic attack itu menyerang atau kambuh.

Perbedaannya, sekarang saya lebih bisa menerima hal tersebut sebagai bagian dari diri saya, menerima bahwa saya tidak sempurna karena saya manusia, saya juga tidak bertanya mengapa lagi, karena Tuhan pasti tahu mengapa Ia ijinkan saya mengalami semua ini. Saya juga ngak kaget dan sibuk mengomentari orang yang akhirnya bunuh diri atau stress parah, karena saya tahu semua manusia punya pergumulannya sendiri-sendiri, saya tahu bagaimana pikiran buruk bisa sebegitu mengerogotinya sampai kamu mau lari dari hidup. Saya jadi mengerti mengapa ada anak yang sampai ogah untuk kuliah atau yang kabur-kaburan skripsinya karena ga punya semangat lagi. Lagipula siapa saya sok berkomentar seolah hidup saya sudah perfect dan jadi panutan? Saya juga lebih bisa mendengarkan ketika teman saya curhat tentang masalahnya apalagi yang berhubungan dengan kondisi mentalnya karena hal tersebut sangat dekat dengan keadaan saya.

Saya pernah mikir dulu kenapa saya harus mengalami semua ini padahal dulu saya gak pernah down separah ini, kalau cemas sih iya dulu, bahkan soal nilai saya turun, saya cemas banget. Coba bayangin kalau saya sukses, karir saya bagus, IP saya tinggi, gaji saya gede, boro-boro saya mau dengar masalah hidup teman saya, paling saya cuma komentar seadanya karena saya ngak pernah ngalamin itu, saya juga ga bisa merasakan empati untuk teman saya itu. Saya sadar bahwa saya lebih bisa membantu orang lain ketika saya pernah mengalami hal ini daripada jika saya hanya sekedar sukses.

Saya juga sadar bahwa hati dan pikiran yang sehat lebih penting daripada sekedar jabatan dan kesuksesan, fokus saya tidak lagi pada pencapaian yang wah namun lebih bersyukur akan hidup dan tentunya untuk lebih merasa bahagia dan damai. Saya lebih mengerti arti sehat dari dalam dan luar meski saya akui hidup sehat itu susah. Banyak hal mengalihkan saya dari tujuan saya untuk hidup sehat, hal itu bisa jadi kerjaan saya, lingkungan, atau mungkin pikiran saya sendiri.

Trus apa sih yang harus dilakukan kepada orang-orang yang punya masalah seperti ini? Menerima dan lebih banyak mendengar. Jangan menganggap sepele apa yang mereka rasakan dan ceritakan, karena kamu tidak mengalaminya. Jangan buru-buru memintanya berubah, mengalaminya dan mengusir pikiran tersebut saja mungkin sudah perjuangan bagi mereka. Jika memang orang tersebut menunjukkan tanda yang sudah mulai parah dan berusaha melukai dirinya, bujuklah untuk menemui psikolog kalau perlu ditemani, dan katakan padanya bahwa tidak apa-apa untuk berkonsultasi ke psikolog, hal itu bukan berarti mereka gila, it’s okay to ask for help. Jangan mendiskriminasi orang-orang yang mengalami hal ini, bahkan banyak dari mereka termasuk orang yang cerdas dan rajin bekerja.

Jika kamu yang membaca post ini sedang mengalami hal-hal seperti merasa down tanpa sebab, cemas berlebih, susah tidur, dan hal tersebut telah terjadi berlarut-larut atau bahkan mulai memikirkan hal-hal untuk melukai diri sendiri, please don’t do that :”(…saya harap kamu segera menceritakan hal tersebut kepada sahabat yang kamu percayai atau keluargamu. It’s okay to ask for help, there is no need to be ashamed of it. Jangan takut untuk berkonsultasi ke psikolog karena apa yang kamu alami termasuk dalam kondisi medis. Tidak perlu merasa sendiri atau minder karena di luar sana banyak yang mengalami hal semacam itu :).

Akhir kata, saya menulis ini bukan untuk di kasihani, NO!, toh saya kok yang berjuang menghadapi pergumulan saya sendiri. Saya juga tidak menulis ini untuk mencari perhatian alias caper, I already got what I need, God, my family and my close friends who always support me. Saya hanya berharap artikel ini bermamfaat bagi yang juga kebingungan dengan masalahnya dan tidak tahu ingin cerita kepada siapa, agar mereka mulai lebih terbuka dan tidak menutup diri kepada keluarga dan orang terdekat, apalagi mengambil jalan pintas untuk melukai dirinya sendiri. Tulisan ini juga sebagai reminder agar orang lain mulai care dengan orang-orang sekelilingnya yang terlihat mengalami hal-hal yang sudah saya sebutkan di atas. Mental disorder itu ada dan bukan berarti orang yang menderitanya gila, banyak dari mereka terlihat menjalani hidup seperti biasa namun menyimpan pergumulannya sendiri, hal tersebut pun tidak selalu bisa dikaitkan dengan keimanan seseorang.

And please don’t talk about how weak they are, if you can help them why not? Why criticize them while you can help them? Please be wise and think twice when you want to criticize someone about how weak they are. Be human with a great heart not a human with a great brain but has a numb heart.

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis (Roma 12 : 15)

8 thoughts on “A Road To Healthy Mind and Life”

  1. mbakkk ini inspiratif sekaliiii!
    di indonesia itu ke psikolog/psikiater kayanya masih tabu banget ya?? padahal sebenarnya menyenangkan lho punya orang yang mau mendengarkan dan menolong kita tanpa judgment sama sekali 😉
    saya selalu merasa kesehatan jiwa adalah investasi. kalo secara batiniah kita tenang, happy, puas, maka kegiatan kita akan selalu dilancarkan, aura kita juga terpancar. semangat ya mbak~

    1. haloo mbak agii..iya banget aku juga pas mau ke psikolog kayak maluu gituu hehehhe, padahal sama aja kayak kita pergi konsultasi ke dokter. Iya banget kesehatan jiwa itu investasi, kalo dari dalam batin kita sudah beres dan happy mau melakukan kegiatan juga jadi lebih ringan dan tanpa beban. Semangat juga untuk mbak Agi 🙂

  2. Thanks for sharing, kak Mona! Inspiratif bgt^^
    Aku setuju bgt dgn tulisan kakak.. Kadang tuntutan diri sendiri untuk menjadi lebih sukses bikin cemas berlebihan.. aku juga sering merasa kayak gitu =(
    Tapi skrg aku mulai belajar untuk menerima apa yang dicapai diri sendiri (walopun jauh bgt dari sukses), karena cemas berlebihan bikin stress dan makin overthinking.. Ayoo semangat!

    1. Iya mei kadang tuntutan diri sendiri ingin sukses malah bikin cemas ya hehehe. Meski punya target ingin sukses ternyata kita harus tetap bersyukur dengan apa yang kita capai sekarang biar lebih bisa menikmati hidup. Ayoo semangatt kita meiii 😀 !

  3. Yg namanya hidup itu seperti roda, kadang kita berada di atas, kadang kita berada di bawah. Saya juga pernah mengalami seperti kamu, berkali-kali malahan. Dan ya, saya menemukan bahwa ternyata banyak orang yg dekat dengan kita, orang yg kelihatan baik dan taat beragama, ternyata bisa saja mempunyai sifat angkuh dan tidak mau mendengarkan orang lain. Jawaban seperti yg kamu ceritakan di atas “masih ada yg hidupnya lebih menderita dari kamu”, “kamu kurang beriman”, “kamu lebay”, dll itu udah sangat sering saya dengar.

    Bedanya dengan kamu, waktu itu umur saya masih agak muda sehingga saya tidak terpikir untuk curhat ke psikolog. Akhirnya saya banyak curhat dengan beberapa orang yg tidak dekat dengan saya, bahkan ada juga orang yg baru saya kenal di dunia maya, tapi ironisnya meskipun tidak bisa memberikan saran yg baik, mereka mau mendengarkan tanpa ngejudge.

    Saya gak tahu bagaimana akhirnya saya bisa melewati masa-masa kelam itu. Mungkin karena saya mencoba fokus dengan hal-hal positif di dalam hidup saya, mungkin juga karena disembuhkan oleh waktu. Tapi yg jelas, kalau ada satu pesan moral yg bisa saya ambil dari semua itu adalah…

    “What doesn’t kill us, makes us stronger”

    Sampai sekarang hidup saya juga masih naik turun, dan ada kalanya saya kembali mengalami depresi. Sampe sekarang saya juga masih struggle, berusaha mencari jalan keluarnya. Tapi ya saya tahu bahwa di dunia bukan hanya saya sendiri yg mengalami hal ini. Kalau mereka bisa melewatinya, mengapa saya tidak bisa?

    Thanks for sharing ya. Fokus saja dengan hal-hal positif di dalam hidupmu, dan ingat, kamu tidak pernah sendiri =)

    1. “..saya menemukan bahwa ternyata banyak orang yg dekat dengan kita, orang yg kelihatan baik dan taat beragama, ternyata bisa saja mempunyai sifat angkuh dan tidak mau mendengarkan orang lain..”

      duhh saya pernah ngalamin persis seperti apa yang mas tuliss hehehe..sama sih mas, saya curhat ke teman sesama blogger di chat eh saya malah lebih didengarkan. Iya sih pasti masa kelam itu akan lewat pada waktunya, ga semua hal yang diizinkan selalu buruk dalam hidup kita. Thank you mas atas nasehatnya, thank you for sharing jugaa 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *