New Habit : Writing a Journal

SAM_4811

Tepat menjelang akhir tahun 2016 lalu, saya mulai membiasakan sebuah kebiasaan baru yaitu menulis jurnal baik untuk artikel di blog saya atau hanya untuk konsumsi pribadi. Saya memutuskan untuk mencoba kebiasaan baru ini setelah melihat postingan instagram Mbak Alodita. Waktu itu saya takut nulis jurnal, apalagi dalam bentuk tulisan. Ketakutan pertama saya adalah tulisan jurnal pribadi saya bisa dibaca-baca oleh banyak orang apalagi sangat bisa disebarluaskan atau di foto copy layaknya catatan pelajaran jaman SMA *tsaelaaahhh. Saya juga takut dengan reaksi orang-orang yang ga sengaja membaca jurnal saya, meski ga ada hal aneh sih yang saya tulis. Adik saya pernah ga sengaja lihat tulisan saya di jurnal yang selalu saya bawa-bawa, tapi reaksinya biasa aja bahkan kayak malas liat lagi karena tulisannya panjang-panjang bahkan ada bagian yang tulisannya kayak ceker ayam *lagiemosipasnulis.

Setelah saya ikut workshop How to Make Your Own Book dengan Mbak Lala Bohang, saya makin mantap untuk menulis jurnal. Saya belum sampai di titik mau pasang target untuk nerbitin sebuah buku, mungkin nanti ada target itu, tapi yang sekarang saya ingin usahakan yaitu menulis untuk blog dan untuk saya sendiri. Saya juga ingin lihat “does it works for me?” karena saya pikir tidak semua hal yang orang lain lakukan bisa cocok untuk kita lakukan. Itu sebabnya semua orang punya metode belajar yang sesuai bagi mereka masing-masing.

Sebagai seseorang yang aktif menulis di blog, tentunya saya pernah dalam kondisi yang bingung mau nulis apa. Pernah juga saya merasakan yang saya tulis lebih banyak tentang review event dan produk, sebenarnya sih ini ga salah hanya saja ada sisi kurang puas jika hanya menulis sesuatu yang memang harus kita lakukan hanya sebagai sebuah pekerjaan. Kendala yang sering timbul juga karena saya susah menemukan mood untuk menulis. Sering kali ketika saya baru menyalakan laptop dan ingin menulis, saya bingung mau nulis artikel apa hari ini di blog.

Ide memang terkadang muncul saat tidak di duga, ketika saya sedang di jalan atau ketika saya sedang hang out di mall. Ide pun kadang malu-malu keluar dan sembunyi ketika kita ingin mencurahkannya ke dalam sebuah bentuk tulisan. Memang ide itu mirip-mirip seperti gebetan, pas di kejar malah pergi eh pas lagi ga dikejar malah datang sukarela *jadicurcol. Sering kali jika tidak langsung dituangkan dalam bentuk tulisan, kita bisa mudah lupa untuk mengingatnya kembali.

Membiasakan untuk membawa jurnal kemana-mana ternyata membantu saya menulis banyak, bahkan belum pertengahan tahun ternyata isi jurnal saya udah berlembar-lembar. Saya sering ngeluh betapa susahnya untuk dapat inspirasi dan mood menulis, namun dengan membawa jurnal setiap hari telah membantu saya menulis apapun yang saat itu menginspirasi saya. Menulis jurnal juga membantu saya menghadapi pikiran saya yang sering overthinking, tentunya hal negatif dalam pikiran bisa saya keluarkan dalam bentuk kreatif seperti tulisan, doodle atau puisi singkat. Saya juga sempat berpikir kapan terakhir kali saya menulis manual di buku dengan jaman yang serba digital dimana buku kosong telah digantikan dengan sebuah layar laptop.

Selama saya menulis blog pun saya sering terjebak ingin punya tulisan seperti para blogger-blogger yang namanya sudah terkenal. Sampai di satu titik saya sadar bahwa saya ga akan pernah bisa jadi sama dengan mereka. Saya mulai beralih fokus untuk menemukan sisi terbaik dari diri, saya yang paling terbaik dari saya yang sebelum-sebelumnya bukan saya yang terbaik dari orang lain. Tuhan menciptakan kita itu unik setiap pribadi dengan jalannya masing-masing. Saya ingin pusing karena berusaha menemukan jalan saya sendiri bukan pusing karena saya tersesat di jalan milik orang lain.

Menulis jurnal juga bagian latihan saya untuk jujur terhadap diri saya sendiri. Dulu saya adalah tipe yang apa-apa gampang curhat bahkan curhatan yang sebenarnya ga perlu-perlu bangetlah orang lain tahu. Sekarang saya lebih banyak menahan semua hal agar saya bisa cerna terlebih dahulu. Saya masih cerita kok ke beberapa inner circle saya, namun dengan pertimbangan sangat matang kalau cerita itu cocok untuk dibagikan. Saya juga semakin sadar bahwa belum tentu kita siap dengan reaksi orang yang kita curhati, meski saya lagi belajar banget untuk tetap netral dengan reaksi-reaksi orang lain. Apalagi dengan saya suka sensi dan tipe yang emosinya bisa meledak sewaktu-waktu.

Saya juga sedang memperbaiki pengertian saya tentang sebuah content yang baik dan bermamfaat untuk sebuah blog. Apa yang sebenarnya generasi ini perlukan ditengah jaman yang serba cepat ini dan bukan hanya selalu menulis untuk hal yang sedang hangat-hangatnya booming. Apa yang bisa saya bagi dari hidup dan pengalaman saya untuk membantu orang lain meski hanya sekedar dalam bentuk tulisan. Saya yakin setiap penulis punya tujuan dan nilainya sendiri terkait dengan apa yang mereka tulis.

Menulis jurnal juga bisa menjadi kebiasaan sehat khususnya bagi orang dewasa yang sehari-harinya sibuk. Kalau saya bisa bilang dunia ini penuh dengan banyak suara mulai dari suara handphone, status di media sosial, suara berita, suara lingkungan sekitar yang pada akhirnya membuat saya sadar betapa ributnya tinggal di dunia serba digital. Bisa saja kita melupakan suara hati kita sendiri ditengah dunia yang ribut ini. Kita juga bisa jadi orang lain dan tidak benar-benar jadi diri kita sendiri. Itulah sebabnya menulis untuk diri sendiri sangat membantu bagi saya.

Awalnya saya pikir kebiasaan ini bertujuan agar saya bisa rajin nulis di blog tapi ternyata kebiasaan ini justru membawa mamfaat lain bahkan diluar apa yang saya bayangkan. Salah satunya membuat saya lebih bisa menyalurkan apa yang saya pikirkan baik yang negatif dan positif. Hidup sehat itu bukan hanya tentang tubuh yang sehat kan tapi juga tentang pikiran yang sehat. Kebiasaan ini juga membantu saya untuk lebih jujur dan menerima diri saya sendiri. Yes, this habit works for me. I guess everyone can try this healthy habit and see how it changes them 🙂

2 thoughts on “New Habit : Writing a Journal”

  1. Waaaaaa aku juga pengen membiasakan nulis di “diary” lagi karena pengaruhnya hebat banget kalau untukku secara pribadi. Menulis di diary atau journal itu semacam healing karena bisa bikin hati terasa lebih plong.

    1. Bener bgt mbak Hanifa..sama, aku juga nulis jurnal supaya perasaan lbh plong :)..hayukk nulis jurnal pribadi mbaakk 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *